SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Endang Muchtar)

Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Endang Muchtar)

SEMARANG – Komisi Pemilihan Umum Daerah dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Jateng merasa tidak kuasa dalam memberantas praktik politik uang karena terbelenggu aturan.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Abhan Misbah, Ketua Bawaslu Jateng, mengatakan salah satu permasalahan dalam memberantas politik uang adalah aturan dalam Pilkada bahwa penindakan hukum harus memenuhi empat unsur, yakni pemberi, penerima, saksi, dan ajakan untuk memilih atau tidak memilih. “Sangat sulit untuk memenuhi semua unsur tersebut agar money politics bisa dijerat oleh hukum,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, penindakan terhadap kasus money politic di Pilkada juga masih menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tidak memiliki batas waktu penindakan. Hal ini berbeda dengan aturan dalam pemilu legislatif yang telah merinci batas waktu proses penindakan hukum terhadap politik uang.

“Sebagai contoh pada 2005 lalu ada dugaan politik uang dalam Pilkada Kota Semarang yang melibatkan Sukawi Sutarip. Sudah diserahkan ke polisi bahkan sudah ada tersangka. Namun hingga Sukawi selesai jabatan untuk kedua kalinya [2010], kasus ini tidak selesai,” ujarnya.

Padahal, dia mengakui, hampir seluruh Pilkada terjadi praktik money politic. Bahkan sebagian money politic tersebut menggunakan dana bantuan sosial (Bansos) dari APBD. Belenggu aturan tersebut, lanjutnya ada juga disiasati oleh Bawaslu atau Panwaslu Kabupaten/Kota. Namun, ternyata langkah terobosan yang pernah dilakukan juga menghadapi hambatan, termasuk dikriminalisasi.

Kriminalisasi itu misalnya terjadi di Panwaslu Cilacap yang justru menjadi tersangka karena menangkap dugaan politik uang. “Apalagi kami tidak berhak untuk melakukan audit terhadap dana kampanye Pilkada. Yang berhak melakukan adalah Kantor Akuntan Publik,” ujarnya.

Kejadian pembagian uang dan bahan pokok kepada masyarakat masih kerap ditemukan menjelang Pilkada. Namun, sayangnya, sangat sedikit kasus money politic yang dijerat hukum.

Nuswantoro Dwinarno, Anggota KPU Jateng, juga mengakui aturan yang berlaku tidak bisa membuat pihaknya leluasa untuk memantau dana kampanye. Padahal, ada kecenderungan laporan dana kampanye dari Pilkada sering tidak utuh dan benar.

“Padahal KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota telah melakukan bimbingan teknis dan sosialisasi dalam membuat laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye,” ujarnya.

Satu contoh, ujarnya, ada laporan transaksi dari rekening khusus dana kampanye hanya Rp375.000. Dana awal dari rekening itu hanya Rp100.000 dan ketika usai kampanye jadi Rp25.000. “Padahal, berdasarkan pemantauan biaya kampanye jauh lebih besar dari laporan transaksi rekening. Ini terjadi karena dana kampanye masuk dan keluar tidak melalui rekening khusus itu,” ujarnya.

Nuswantoro menambahkan pihaknya juga belum berwenang untuk menertibkan sejumlah atribut kampanye Pilkada Jateng 2013 yang diduga telah dipasang para bakal calon. Hal ini disebabkan karena belum ada penetapan calon Pilkada 2013. “Saat ini masih proses pemeriksaan kesehatan dan dilanjutkan verifikasi tahap pertama dan kedua. Setelah ada penetapan baru akan dikaji apakah ada yang mencuri start kampanye,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya